"Ify.. Benar nih gak mau aku antar pulang?" tanyaku cemas kepada sahabat terbaikku itu.
"Gak apa2 Yo.. Hari ini aku ada urusan sama Ayah. Kami mo pergi ke suatu tempat." jawab Ify lembut seraya tersenyum.
"Kemana fy?" tanya Rio penasaran.
"Rumah Sakit.."
*****
"Apa?! Kamu pasti bohong kan fy! Kamu gak pernah bilang-bilang tentang penyakitmu!" aku mendorong meja didepan saking kagetnya dg statement Ify.
"Maaf. A.ku.. aku cuma nggak mau kamu sedih.. ka.. kalau.. kalau tiba saatnya aku pergi…"
"NGGAK!"
"Tapi…"
"….."
Aku sedang terlarut dalam pikiranku saat butiran-butiran air mata itu menemani perjalanan pulangku dari Rumah Sakit ke Rumah. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak peduli walaupun kini aku sudah mulai kedinginan.
Yang kupikirkan hanyalah Ia. Hanya Ify.
"Umurnya tidak akan lama lagi." dokter yang merawat Ify mengatakan hal itu padaku. Aku benar-benar tidak percaya. Atau mungkin tak ingin percaya. ify, sahabatku yang ku kenal sejak TK itu akan tiada lagi di dunia ini.
Aku sedih melihat nasib sahabatku itu yang dari dulu selalu saja mempunyai masalah. Ibu dan adiknya sudah tiada. Hanya Ayah-nya-lah yang merawat Ify sekarang. Tapi, tidak lama lagi Ayah-nya akan pensiunan. Padahal penyakit Ify itu sudah sangat kronis dan memerlukan biaya yang sangat besar.
Tuhan, mengapa nasib makhluk-Mu selalu.. selau saja seperti sinetron, yang selalu ada halangannya.
"Ify….!" kataku langsung memeluknya. Setiap hari aku menjenguk Ify. Sudah tiga minggu lamanya Ify berbaring di Rumah Sakit. Syukurlah keadaannya mulai membaik.
"Ah., Rio… terima kasih selalu menjengukku…" ucap Ify dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Ia terlihat cantik.
"Ya udah deh, kamu mau kuajak ke suatu tempat nggak?"
"Kemana?"
"Ada deh! Mau nggak?"
"Iih.. kemana sih..?"
"Nanti juga kamu tahu! Yang pasti kamu akan suka tempatnya. Aku janji! Mau nggak?"
"Iya deh, tapi ijin dulu ama Ayahku, sama Suster, sama Dokter."
"Iya… gampang. Aku udah ijin. Tinggal kamu doang. Mau atau nggak?"
"Ng.. aku mau! Kalau sama Rio aku percaya! Pasti tempatnya bagus!
"Baiklah! Tanggal 6 Desember ya! Jam 19.00!"
"Malam ulang tahunku?"
"Yap!"
"Aku kan nggak boleh keluar malam-malam, apalagi nanti turun hujan.. "
"Ify.. jangan plin-plan begitu dong… tadi katanya mau.. dokter aja bolehin… mau ya..? please.." pintaku memohon padanya.
"Iya." akhirnya Ify meng'iya'kan. Tapi keliatannya Ia masih ragu.
"Jangan ragu-ragu… ada aku kok yang akan ngelindungin kamu.."
"Sungguh?"
"Ya!" aku meyakinkannya.
"Oke! Aku akan dandan yang cantik buat tanda terima kasihku untuk Rio!" suara Ify terdengar riang.
"Yeee.. aku juga bisa dandan yang ganteng buat Ify!" kataku tak mau kalah darinya. Kami pun tertawa bersama.
"Hmm.. Rio, kita begini selamanya ya…"
"Maksud kamu?"
"Iya, kita berteman terus untuk selamanya."
"Teman? Jadi kamu hanya menganggapku sebatas teman?"
"Ehh..?"
"Aku kan sahabatmu! Sahabatmu!"
"Ah, iya… Kita bersahabat terus untuk selamanya ya.."
"Tentu!" aku tersenyum padanya. Ify pun juga tersenyum padaku.
Sepulang dari rumah sakit, kali ini aku tidak langsung pulang ke Rumah. Aku ingin membeli sesuatu untuk hadiah ulang tahun Ify.
"Kurasa ini cocok untuknya.." gumamku. Aku sudah mendapatkan hadiah yang cocok untuk sahabatku itu. Aku sgera berjalan pelang menuju ke Rumah.
Aku tahu Ia sakit sejak dulu. Aku tahu jika Ia terlalu kelelahan Ia akan langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Tapi baru-baru ini aku baru tahu entah sampai kapan umurnya untuk hidup. Aku memang tidak seperti Ify. Aku sehat. Dan dari kesehatanku itulah aku ingin membahagiakan Ify.
Tuhan, kumohon, kumohon berikan aku kesempatan untuk membahagiakannya, membahagiakan Ify. Kumohon…"
Tanggal 6 Desember pun tiba. Jam 19.45 aku menjemput Ify. Lalu kami pergi ke suatu tempat dengan mobilku.
Kami turun dari mobil. Terlihat bukit kecil dengan anak tangga yang bisa ditanjaki.
"Hmm. Rio. Apa kita sudah sampai?" tanya Ify padaku dengan wajah yang terlihat heran, tapi terlihat lucu.
"Belum, Ify." jawabku pendek. Aku menggandeng tangan Ify. Menuntunnya mendaki bukit kecil ini dengan anak tangga yang ada. Tak mengubriskan Ify yang masih keheranan.
"Kita sampai,Ify." dari puncak bukit ini terlihat pohon cemara besar yang telah dihiasi oleh hiasan pohon cemara. Tempat ini sepi. Sepertinya baru sedikit yang mengetahui tempat ini. Hanya ada kami berdua di tempat ini.
Langit dipenuhi bintang-bintang dan senyuman bulan sabit menghiasinya.
"Wah.. indah baget Rio…" Ify sangat senang. Binar matanya memancarkan rasa kagumnya atas pemandangan indah yang dilihatnya.
Tuhan… kumohon jangan pisahkan kami. Aku masih ingin bersama Ify. Masih ingin melihat senyumnya.
"Hmm.. Rio.." suara Ify yang memanggil namaku itu membuyarkan lamunanku.
"Ya, Ify?" tanyaku.
"Mau berjanji padaku?"
"Janji?" tanyaku lagi. Tak mengerti apa maksudnya.
"Berjanjilah, jangan lupakan aku!"
*****
Aku memandang bintang-bintang yang bertaburan dilangit. Seperti senyuman Ify semalam.
"Sahabatku.." gumamku dalam hati.
Aku tersadar dari lamunanku oleh bunyi lagu D'Bagindas - tak seindah malam kemarin sebagai ringtone handphone ku. Saat kulihat, itu dari Ayahnya Ify. Langsung saja kuangkat.
"Iya, kenapa Om?"
"Ify lagi kritis. Dari kemaren, abis kamu pulang Dia udah nggak sadarkan diri. Om kira Dia tidur. Tapi sampai sekarang Dia nggak sadarkan diri. Kata dokter sekarang Dia lagi kritis. Sebaiknya kamu kesini, Rio." terdengar jelas suara Om Oni yang bergetar, khawatir pada keadaan anaknya.
"Aku segera sampai ke sana Om!" aku langsung menutup telpon, segera berangkat ke Rumah Sakit.
Sesampainya disana, aku langsung berlari ke kamar tempat Ify di rawat. Kulihat Om Oni sedang menangis, dan alat detektor jantung Ify menunjukkan sebuah garis lurus. Aku tidak percaya Ify telah meninggal. Padahal kemarin kami baru saja mengobrol. Dan aku benar-benar tidak menduga itu adalah senyuman terakhirnya. Dan itu adalah kata-kata terakhirnya, 'Berjanjilah, jangan lupakan aku!' Ia mengatakannya dengan senyum termanisnya.
Tidak! Ify belum meninggal! Dia masih sehat!
Tapi berapa kalipun kulihat, Dia… Dia memang sudah meninggal.
"IFYYY…!" teriakku di sela-sela isak tangisku.
Tuhan… kenapa Engkau memisahkan kami?
****
"Koak.. Koak..
Burung - burung elang berkoar-koar diatas kuburan itu. Langit berubah hitam, mendung. Seakan ikut merasakan perihnya hatiku saat itu.
Sekarang aku sudah berada di samping makam Ify. Disekitarku ada teman-teman serta Ayah Ify satu-satunya keluarga Ify yang masih ada. Dan kini hujan mulai turun. Semakin lama semakin lebat. Mungkin Ify-lah yang memintanya sebagai permintaan terakhir. Aku tahu itu, karna aku tahu kalau ify suka hujan. Hujan yang akan mengantarnya ke Surga, kembali pada yang Kuasa.
Orang-orang mulai pergi, dan yang tetap berdiri disini hanyalah aku.
"Ify.. kenapa kau pergi secepat ini? Maafkan aku.. aku nggak bisa ngebahagiain kamu di saat terakhir.. aku datang terlambat di saat detik-detik terakhir hidupmu.. maafakan aku Ify…" aku terduduk di samping makam Ify.
Aku menatap langit, dan berkata dalam hati, 'Ify, aku janji tidak akan melupakanmu. Sampai kapanpun, selamanya, kau akan selalu di hatiku. Kau akan kuingat sebagai orang terbaik yang pernah kutemui, dan orang terhebat yang pernah kutemui, itulah dirimu, Alyssa Saufika Umari…'
"Selamat jalan..."
***
Tak tertahan luka ini
Ku menangis tak kuasa
‘tuk menahan pedihnya hatiku
Tanpa ada kata kau meninggalkanku
Menyisahkan luka dihatiku
Betapa sakitnya relung batinku
Merasakan hilangnya cintamu
Malam ini tak seperti
Malam kemarin saat kau peluk aku
Malam ini tak seperti
Malam kemarin saat kau bersamaku
Malam ini tak seindah
Malam kemarin
Jiwa ini tak menduga
Bila ku harus kehilanganmu
Malam ini tak seperti
Malam kemarin
Malam ini tak seindah
Malam kemarin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar